Jumat, 21 Agustus 2009

Kalimat Fakta dan Opini

Mulai awal Agustus ini, sejumlah anggota DPRD kabupaten/kota periode 2009-2014 secara bertahap dilantik. Perjalanan panjang mereka dalam mengarungi tahapan Pemilu 2009 tuntas sudah. Pahit getir perjuangan dengan berbagai pengorbanan, baik harta, tenaga, maupun pikiran, untuk mendapatkan kursi singgasana wakil rakyat, telah mereka lakukan.

Siapa pun mereka, para wakil rakyat periode ini merupakan hasil seleksi dengan berbagai tahapan yang menegangkan. Mereka adalah pilihan rakyat; mereka adalah manifestasi kehendak rakyat; dan semoga mereka dapat menjawab segala harapan rakyat.

Seperti halnya pelantikan wakil rakyat lima tahun ke belakang. Di beberapa daerah, realitas unjuk rasa tak jarang mewarnai prosesi pelantikan. Bahkan, pascaputusan MA, unjuk rasa yang mengharapkan penangguhan pelantikan pun terjadi. Realitas itu perlu mendapat pemaknaan yang dalam. Kita tidak dapat lagi menganggap bahwa unjuk rasa itu hanya disetir kepentingan sesaat dan segelintir kelompok, tetapi sudah merupakan geliat keinginan rakyat.

Tesis seperti itu sangat mungkin karena “kesepakatan politik” yang mengikat gelombang unjuk rasa tersebut, yakni, keraguan dan harapan mereka pada eksistensi DPRD periode 2009-2014 sebagai wakil rakyat. Banyak hal yang dapat dijadikan alasan, sehingga sebagian rakyat Indonesia ragu terhadap eksistensi lembaga legislatif daerah.

Pertama, realitas historis telah menyuguhkan cerita gamblang tentang peran legislatif daerah selama masa berdirinya Republik ini. Setidaknya, “kemandulan” legislatif daerah pada masa Orde Baru dan “kebobrokan” beberapa legislatif daerah pada era reformasi telah memberikan pengalaman pahit yang mendalam pada hati rakyat.

Catatan sejarah membuktikan, pada masa Orde Baru dominasi eksekutif sangat kuat; nyaris lebih kuat dari lembaga mana pun. Selama Orde Baru memegang kendali kekuasaan, lembaga legislatif dan judikatif hanya berfungsi sebagai aksesori dan pelengkap penderita dari sistem politik dan pemerintahan Indonesia. (Awaludin, 2001). Oleh karena itu, tuduhan bahwa legislatif daerah hanya jadi “tukang stempel” dengan topeng mengatasnamakan rakyat sudah menjadi rahasia umum.


Fakta adalah keadaan, kejadian, atau peristiwa yang benar dan bisa dibuktikan. Termasuk di dalamnya ucapan pendapat atau penilaian orang atas sesuatu.

Opini adalah pendapat, pikiran, atau pendirian.

Yang termasuk kalimat fakta :

  • Mulai awal Agustus ini, sejumlah anggota DPRD kabupaten/kota periode 2009-2014 secara bertahap dilantik.

Yang termasuk kalimat opini :

  • Pahit getir perjuangan dengan berbagai pengorbanan, baik harta, tenaga, maupun pikiran, untuk mendapatkan kursi singgasana wakil rakyat, telah mereka lakukan.

  • Siapa pun mereka, para wakil rakyat periode ini merupakan hasil seleksi dengan berbagai tahapan yang menegangkan

  • Setidaknya, “kemandulan” legislatif daerah pada masa Orde Baru dan “kebobrokan” beberapa legislatif daerah pada era reformasi telah memberikan pengalaman pahit yang mendalam pada hati rakyat.

Tanggapan :

Dalam wacana ini lebih banyak mengandung kalimat opini”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar